
Sekretaris Umum Hipdah-H, Muhammad Amin Serawak
AMBON, INVESTIGASIMALUKU.COM – Tindakan “ Konyol “ dan pernyataan Anggota DPRD Provinsi Maluku Fraksi Partai Gerindra, Dapil Kabupaten Seram Bagian Barat, Zain Saiful Latukaisupy kini menjadi sorotan publik.
Pasalnya, mantan Raja Iha ini secara resmi telah menyampaikan pernyataan di publik bahwa ia sudah turun ke dusun – dusun bahkan masyarakat penambang pengelolaan merkury agar menghentikan aktivitas mereka, karena aktivitas penambangan di kawasan Hatu Tambaga Negeri Luhu sangat berbahaya. Dimana limbahnya bisa mencemari masyarakat dalam waktu yang lama.
Padahal narasi yang disampaikannya itu, hanya berfokus pada satu objek tertentu dalam hal ini desa Iha yang justru dinilai konyol karena secara tidak langsung telah menghilangkan eksistensi masyarakat adat Negeri Luhu yang secara histori sudah lama menempati pulau seram.
Menyikapi masalah tersebut, Sekretaris Umum Hipdah-H, Muhammad Amin Serawak kepada media ini, Senin (8//9/2025) menegaskan bahwa sikap anggota DPRD Maluku yang juga mantan kepala Desa Iha itu dinilai tidak objektif dalam mengambil suatu tindakan yang dinilai bukan hanya kesalahan teknik, melainkan sebuah pengkhianatan politik.
“ Sadar atau tidak, dengan sikap dan tindakan oknum anggota DPRD Provinsi Maluku ini justru akan membukan ruang konflik horizontal antara kedua Negeri bertetangga itu. Kalau ketika Iha dijadikan tameng legalitas atas lokasi tambang Cinabar dan Luhu disisihkan, maka Latukaisupy sedang menabur bibit perpecahan yang bisa meledak kapan saja, “ tegas Amin.
Selain itu, kata Amin, tindakan anggota DPRD Provinsi Maluku ini juga merupakan rekayasa konflik yang lahir akibat kelalaian dalam bersikap adil. Padahal sebagai anggota DPRD yang seharusnya menjadi penengah dan menjaga keseimbangan konflik, justru memperkeruh sutuasi dengan dengan keberpihakannya secara terang benerang.
Menurut Amin, kegagalan objektivitas anggota DPRD Maluku itu, bukan hanya menyingkapi bobroknya tata kelola pemerintahan daerah, tetapi juga menunjukkan bahwa lembaga legislatif telah kehilangan kompas moral.
“ Dia kan lebih memilih mengamankan kepentingan tambang daripada menjaga harmonisasi sosial antara Iha dan Luhu. Sikap dan tindakannya akan berdampak negatif di kalangan masyarakat. Dengan demikian, Negara hadir bukan sebagai pelindung , melainkan sebagai provokator. Ini aneh tapi lucu, “ ujar Amin.
Dia menambahkan, jika konflik antar kedua desa bertetangga itu benar – benar terjadi, maka akar masalahnya dapat ditelusuri langsung ke ruang sidang DPRD Maluku yang terkesan mengabaikan prinsip keadilan dan pengakuan hak adat yang setara.
Disisi lain, kata dia, pembangunan yang tidak bertumpu pada pengakuan adat hanyalah sebuah ilusi. Tanpa kejelasan status ulayat, tambang cinabar bukan membawa kesejahteraan, melainkan kehancuran sosial, ekologis, bahkan budaya.
“ Untuk siapa DPRD bekarja? Apakah untuk rakyat SBB yang menuntut keadilan atau untuk modal tambang yang siap meraup keuntungan diatas tanah ulayat yang diperebutkan?’ “tanya dia.
Pihaknya mendesak DPRD Kabupaten SBB maupun Provinsi Maluku untuk menghentikan segala bentuk manuver politik terkait tambang Cinabar dan segera menyusun Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Ulayat.
“ Inilah langkah mendasar untuk mencegah konflik berkepanjangan, menjaga keharmonisan antar desa, sekaligus menegakkan keadilan bagi masyarakat adat. Olehnya itu, kami menolak tambang tanpa pengakuan ulayat. DPRD harus kembali ke tugas utamanya yaitu memperjuangkan rakyat, bukan memperdagangkan tanah adat, “ pintanya. (IM-01)