
Sekretaris Himpunan Pemuda Huamual (Hipda-H), Muhammad Amin Serawak
SBB, INVESTIGASIMALUKU.COM – Robohnya talud sungai Wae Olas kini menjadi sorotan publik. Tak hanya masyarakat, aktivis pun angkat bicara atas pembangunan proyek tersebut.
Sekretaris Himpunan Pemuda Huamual (Hipda-H), Muhammad Amin Serawak kepada Investigasimaluku.com, Jumat (20/6/2025) mengatakan, berdasarkan hasil penelusurannya, proyek pembangunan talud sungai Wai Olas ini dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten SBB tahun anggaran 2024. Ironisnya, meskipun baru satu tahun baru selesai di kerjakan, proyek tersebut sudah rusak atau roboh.
Amin mengungkapkan, proyek yang dikerjakan CV Seram Utara Agung yang berada dibawa pengawasan teknis Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten SBB itu roboh akibat musim hujan tahun 2025.
“ Robohya proyek talud sungai Wai Olas ini akibat curah hujan yang tinggai beberapa bulan terakhir di tahun 2025. Pertanyaanya adalah seberapa kuat kualitas kontruksi, dan akuntabilitas pelaksanaan proyek sehingga ada kemungkinan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi, “ tegas Amin.
Secara normatif, jelas Amin, pembangunan infrastruktur publik seharusnya memenuhi prinsip efisiensi, efektivitas, dan keberlanjutan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Karena itu, akui dia, fakta kerusakan dini talud menunjukkan adanya indikasi pelanggaran prinsip perencanaan teknis dan penggunaan material, serta kemungkinan pemotongan anggaran yang tidak semestinya dalam proses pelaksanaan proyek.
Amin menilai, robohnya talud mengindikasikan kegagalan fungsi pengawasan dari pihak dinas PUPR sebagai institusi penanggung jawab. Hal ini menandakan adanya kelalaian administratif yang patut di dalami lebih jauh.
“ Mengingat proyek ini di danai oleh uang rakyat, maka asas transparansi dan akuntabilitas publik wajib ditegakkan. Olehnya itu, diperlukan audit investigatif oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP). Saya minta kepada aparat penegak hukum (APH) serta keterlibatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bergegas menelusuri potensi korupsi strukturalnya, “ pintanya.
Secara ilmiah, lanjut dia, pembangunan infrastruktur penahan arus sungai di kawasan rawan banjir seperti Wai Olas mestinya di dasari pada kajian geoteknik, studi hidrologi, dan perhitungan daya tahan struktur terhadap debit puncak air sungai. Dengan demikian, jika kajian ini tidak dilakukan secara menyeluruh, maka proyek tersebut sejatinya sudah cacat dari aspek perencanaan.
Disisi lain, robohnya talud sungai Wai Olas bukan sekadar peristiwa teknis, melainkan manifestasi dari kegagalan tata kelola anggaran publik yang membuka ruang bagi praktik korupsi sistemik.
“ Pemerintah daerah harus membuka ruang audit terbuka, mempublikasikan RAB dan dokumen pelaksanaan, serta melibatkan lembaga pengawasan independen untuk memastikan pertanggungjawaban secara hukum dan moral terhadap masyarakat, “ tandasnya. (IM-01)